SEJARAH SYAIKH AHMAD YASIN
“Wahai anak-anakku, telah tiba saatnya kalian kembali kepada Allah swt., meninggalkan berbagai sorak kehidupan dan menyingkirkannya ke tepi jalan. Telah tiba saatnya kalian bangun dan melakukan salat subuh berjamaah, saatnya kalian menghiasi diri dengan akhlak mulia, mengamalkan kandungan al Qur’an, serta meneladani Muhammad saw.
Aku
mengajak kalian wahai anak-anakku untuk shalat tepat waktu. Lebih dari
itu, aku mengajak kalian, wahai anak-anakku, untuk mendekat kepada
Nabi kalian yang agung.
Wahai
para pemuda, aku ingin kalian mengenal dan menyadari makna tanggung
jawab, tegar menghadapi kesulitan hidup, meninggalkan keluh kesah,
menghadap kepada Allah swt., banyak meminta ampunan kepada-Nya agar Dia
memberi rezeki kepada kalian, menghormati yang tua dan menyayangi yang
muda. Aku ingin kalian tidak terlena oleh saluran-saluran lagu audio
visual, melupakan kata-kata yag mengobral cinta, serta menggantinya
dengan kata amal, kerja, dan zikir kepada Allah. Wahai anak-anakku,
kuharap kalian tidak sibuk dengan musik dan terjerumus ke dalam arus
syahwat.
Wahai
putriku, aku ingin kalian berjanji kepada Allah mempergunakan hijab
secara benar. Aku meminta kalian berjanji kepada Allah peduli dengan
agama dan Nabi kalian yang mulia. Jadikanlah ibunda kalian, Khadijah dan
Aisyah, sebagai teladan. Jadikan mereka sebagai pelita hidup kalian.
Haram hukumnya bagi kalian membuat usaha para pemuda untuk menjaga mata
mereka menjadi kendur dan surut.
Kepada
semuanya, aku ingin kalian bersiap-siap menghadapi segala sesuatu yang
akan datang. Bersiaplah dengan agama dan ilmu pengetahuan. Bersiaplah
untuk belajar dan mencari hikmah. Belajarlah bagaimana hidup dalam
kegelapan yang pekat. Latihlah diri kalian agar dalam beberapa saat
hidup tanpa listrik dan perangkat elektronik. Latihlah diri kalian agar
dalam sementara waktu merasakan kehidupan yang keras. Biasakan diri
kalian agar dapat melindungi diri dan membuat perencanaan untuk masa
depan. Berpeganglah kepada agama kalian. Carilah sebab-sebabnya dan
tawakallah kepada Allah.”
(Petikan salah satu pidato beliau)
Kemuliaan Hati Mengalahkan Hambatan Fisik
Dia
adalah seorang mukmin yang merdeka meski seluruh hidupnya dibelenggu
dengan terali besi. Itulah gambaran indah yang mencerminkan kehidupan
Syaikhul Mujahidin, Guru para Mujahid dan perlawanan ini. Meskipun
sebenarnya gambaran tersebut kalah indah dengan kalbunya yang
menghembuskan kehidupan serta tekadnya yang tidak pernah lumpuh dan
tidak terbelenggu oleh ikatan penjara. Beliau adalah cakrawala yang luas
serta pikiran yang hidup yang tidak mengenal batas. Demikianlah
kehidupannya di penjara dan begitulah kisahnya saat berada di medan
dakwah dan perlawanan, seperti yang dituturkan oleh orang-orang yang
mendampinginya, mengenai sosok yang tidak mampu bergerak, namun bisa
menggerakkan dunia.
Dia
bukanlah seorang presiden ataupun seorang raja. Dia hanyalah seorang
lelaki lumpuh yang membangun ide perlawanan hingga menjadi sosok yang
tidak disebut kecuali dengannya. Sampai hari ini, setiap orang baik
lawan maupun kawan tetap menaruh hormat kepadanya. Namanya senantiasa
disebut di seluruh dunia. Dialah Amir Mujahidin Palestina, mujahid Ahmad
Yasin, gugur perlawanan yang gugur oleh tangan-tangan biadab Zionis
Israel dalam serangan rudal dari pesawat heli tempur Apache buatan
Amerika, selepas shalat subuh di masjid kota Gaza, Senin 22 maret 2004
lalu.
Seperti
diungkapkan Prof. Dr. Taufiq Yusuf al Wa’i, dalam karyanya “Qaadat
al-Jihaad al-Filistiini fii al-Ashr al-Hadiits: Kifaah, Tadhiyyah,
Butuulaat, Syahaadaat”, semua gambaran di atas terdapat pada sosok
lumpuh yang tak mampu berdiri ini; sosok yang kedua tangannya pun lumpuh
tidak mampu membawa sesuatu; sosok yang kurus dan lemah; tubuh yang
terserang oleh berbagai penyakit; penglihatan yang telah kabur kecuali
hanya seberkas sinar dari satu mata; serta penderitaan dan sakit yang
tak kunjung reda. Bukankah ini sesuatu yang menakjubkan? Bukankah ia
merupakan tanda kebesaran Tuhan dan wujud anugerah-Nya? Sosok tersebut
hidup untuk misi dan untuk umatnya. Ia menghabiskan usianya dalam
dakwah. Ia adalah jihad yang terus berjalan, teladan yang terus
bergerak, panutan yang memancarkan cahaya dan keimanan, serta pemahaman
dan pengetahuan di tengah jarangnya orang yang tulus, di tengah
sedikitnya keikhlasan, serta di tengah lenyapnya suara kebenaran dan
ketegasan. Syaikh Yasin datang sebagai pemimpin bagi para mujAhed, tokoh
bagi para dai, guru yang bijak dan teladan yang agung bagi para
pendidik. Tubuhnya yang kurus, kelumpuhannya, dan penyakit yang kronis
membuatnya tidak mampu berjuang dengan senjata. Karena itu, beliau
berjuang dengan senjata hikmah, dengan pedang pembinaan dan penataan,
dengan meriam keimanan, serta dengan bom kesabaran, keteguhan, dan
ketegaran.
Namun
demikian Ahmad Yasin membekali dirinya dengan pendidikan tinggi secara
autodidak. Sungguh menakjubkan, Ahmad Yasin terbukti menguasai segala
bidang keilmuan mulai dari agama, bahasa, sastra, politik, sosial
sampai masalah ekonomi. Dengan wawasan yang luas inilah kemudian Ahmad
Yasin menjadi sumber rujukan di Jalur Gaza dan semua orang, dari
berbagai lapisan, terkesan oleh ceramah-ceramah yang disampaikan. Semua
orang mendengar apa yang dikatakan dan menaruh hormat. Sejatinya,
semua itu bukan hanya karena wawasan dan keilmuan yang dimilikinya
saja. Sebenarnya banyak kaum intelek Palestina kala itu, namun – allahu
a’lam – mungkin itu semua karena sikap wara’, ikhlas, tawadhu’,
energik – meski fisiknya cacat -, kecerdasan, visi yang benar,
kelapangan dada dan semangat memperjuangkan agama dan tanah air, serta
totalitas kerjanya diperuntuhkan hanya pada Allah.
Masa Muda Syaikh Ahmad Yassin
Kedua
kakinya yang lumpuh tak menghalanginya untuk memandu perjuangan dari
atas kursi roda. Namanya menjelma menjadi simbol jihad bagi rakyat
Palestina dalam melawan penjajahan Zionis. Berkali-kali militer tentara
Israel mencoba membunuhnya, berkali-kali juga gagal.
Ahmad
Yasin kecil biasa dipanggil dengan (kuniyah) Abu Sa’dah, dinisbatkan
kepada ibundanya Sa’dah Abdullah al Hubail, untuk membedakan sebutan
karena banyaknya nama Ahmad dalam keluarga Yasin. Sa’dah adalah sosok
hajjah yang mulia, sabar, dan penuh keyakinan, termasuk wanita terhormat
di desa tersebut. Ayah Ahmad Yasin bernama Ismail Yasin, orang
terkemuka di desanya. Keluarganya termasuk keluarga yang berkecukupan.
Ismail meninggal dunia ketika Ahmad masih sangat kecil, belum lewat usia
3 tahun, meninggalkan keluarga yang terdiri atas sebelas orang. Ahmad
Yasin adalah anak ketiga di antara 4 anak laki-laki keluarga Ismail.
Ketika
tentara Arab menderita kekalahan pada 1948, Yassin baru berusia 12
tahun. Peristiwa ini meninggalkan pelajaran dalam kehidupan maupun
pemikiran politiknya kemudian. Menurutnya, mempersenjatai diri sendiri
adalah jalan yang lebih ampuh daripada menggantungkan harapan pada orang
lain, baik dunia Arab maupun internasional. “Tentara Arab yang datang
untuk memerangi Israel justru merampas senjata dari tangan kami. Mereka
beralasan, tidak pantas ada pasukan lain. Nasib kami pun terikat
dengannya. Jika pasukan Arab kalah, kami pun kalah. Lalu Zionis menebar
pembantaian dan penyembelihan. Seandainya senjata berada di tangan
kami, tentu situasi akan berubah.”
Ahmad
Yassin bersekolah SD di Jaurah hingga kelas lima. Situasi kacau pada
tahun 1948 memaksanya hijrah menemani keluarganya ke Gaza. Di sana,
situasi berubah pahit. Keluarganya, seperti umumnya pengungsi, merasakan
kefakiran, kelaparan dan intimidasi. Masa itu, ia biasa pergi ke
perkemahan tentara Mesir bersama teman-temannya untuk mengambil
sisa-sisa makanan tentara untuk ia berikan pada keluarganya. Sekolahnya
sempat terhenti pada tahun 1949-1950 demi menolong ekonomi keluarganya
yang berjumlah dari tujuh orang, Ia terpaksa bekerja di salah satu
restoran kacang di Gaza.
Kecelakaan Itu
Malang
tak dapat ditolak. Pada tahun 1952, saat berusia 16 tahun, rangka
leher Yassin patah ketika bermain bersama kawan-kawannya.
Di
dekat kamp pengungsi al Shati’, pantai adalah tempat bermain yang
sangat penting dan strategis. Di sana banyak dilakukan aktivitas mulai
dari keilmuan yang disusul dengan kegiatan olah raga. Di antara olah
raga yang dilakukan adalah melompat dari ketinggian ke pasir laut (yang
indah), atau seorang naik di atas pundak yang lain saling berpegangan
tangan kemudian melompat ke laut, atau bermain bola dan berbagai
permainan berat lainnya. Dalam salah satu permainan di pantai pada musim
panas tahun 1952 Ahmad Yasin jatuh terjungkal kepalanya, seperti
diceritakan Ahmad Yasin kepada keluarganya kala itu. Namun seperti
diceritakan Dr. Abdul Aziz Rantisi, “Beliau mengalami musibah patah
tulang leher saat bermain gulat dengan salah satu teman beliau, asy
Syahid Abdullah Shiyam (Komandan Perang “Khalda” Beirut tahun 1982 yang
gugur dalam perang tersebut). Namun beliau menyembunyikan sebab-sebab
terjadinya kecelakaan tersebut kepada keluarga beliau agar tidak timbul
masalah antara keluarga beliau dan keluarga Shiyam. Ketika itu, beliau
hanya berkata bahwa kecelakaan itu terjadi karena ia melompat di udara
dan kemudian terjatuh dengan kepala terlebih dahulu. Baru pada tahun
1990 beliau bercerita yang sebenarnya kepadaku saat bersama dalam satu
pernjara.
”Setelah
empat puluh hari lehernya digips, ternyata ia harus menjalani sisa
hidupnya dalam keadaan lumpuh. Selain lumpuh penuh, mata bagian kanannya
buta setelah ia dipukul dalam penjara Israel oleh dinas intelijen
Israel. Mata kirinya juga tidak dapat melihat banyak. Selain itu, masih
ada beberapa penyakit fisik lainnya yang menimpa beliau. Namun semua
ini tidak menghalanginya untuk berjuang.
Masa Perjuangan
Usai
menamatkan sekolah menengahnya pada 1958, Yassin diberi kesempatan
mengajar meski sebelumnya ditolak karena faktor kesehatan. Sebagian
besar gajinya dari mengajar diserahkan untuk keluarganya. Ketika berusia
duapuluh tahun, Yassin ikut berdemonstrasi di Gaza dalam rangka
menolak serangan Israel ke Mesir pada tahun 1956. Saat itulah, tampak
kepiawaian berorasi dan berorganisasi tampak. Bersama teman-temannya,
ia menyerukan untuk menolak campur tangan dunia internasional dan
menegaskan kemestian kembalinya pasukan Mesir ke wilayah ini.
Lidah
Yassin yang tajam membuat bintangnya meroket di kalangan aktivis
dakwah di Gaza. Hal ini membuat intelijen Mesir menangkapnya pada tahun
1965 yang merupakan kelanjutan dari penangkapan besar-besaran yang
ditujukan kepada aktivis Ikhwanul Muslimin. Ia dikurung selama sebulan,
lalu dilepaskan setelah terbukti tidak bersalah. Tentang pengalamannya
di penjara, pemimpin spritual HAMAS ini menuturkan, “Penjara makin
menegaskan jiwaku dalam membenci kezaliman.”
Setelah
kekalahan pasukan gabungan negara-negara Arab pada perang 1967, yang
membuat Israel mencamplok seluruh tanah Palestina termasuk Jalur Gaza,
Yassin terus memompakan semangat jihad kaum Muslimin dari atas mimbar
Masjid Al-Abbasi. Ia juga ikut bergiat dalam kegiatan pengumpulan dana
bagi para keluarga syuhada maupun yang ditangkap. Tak lama kemudian,
Yassin terpilih menjadi Ketua Lembaga Islam di Gaza. Yassin banyak
berinteraksi dengan pemikiran Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh
Ustadz Hasan Al-Banna pada tahun 1928 di Mesir.
Aktivitas
dakwah Syaikh Yasin mengusik zionis. Akibatnya, pemerintah
memerintahkan untuk menangkapnya pada tahun 1982 dengan tuduhan
membentuk lembaga militer dan terlibat dalam pengumpulan senjata. Ia
divonis penjara selama 13 tahun, namun baru tiga tahun kemudian ia
dilepaskan dalam proses imbal lepas tawanan antara Israel dan Front
Rakyat untuk Pembebasan Palestina.
Pada
tahun 1987, bersama sejumlah aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin di Jalur
Gaza, Yassin mendirikan Harakah Al-Muqawamah AL-Islamiyyah yang sering
disingkat dengan HAMAS. Gerakan ini berperan penting bagi meletusnya
Intifadhah I atau juga dikenal dengan istilah “Intifhadah Masjid”.
Sejak
meletusnya Intifadhah, penjajah Zionis berpikir keras untuk
menghentikan aktivitas Syaikh Yasin. Maka pada 1988, rumahnya diserbu,
digeledah dan dirinya terancam diusir ke Libanon. Banyaknya tentara
Israel yang tewas membuat Israel kembali menangkapnya pada 18 Mei 1989
bersama ratusan aktivis HAMAS lainnya. Pada 16 Oktober 1991, pengadilan
militer Israel memvonisnya dengan penjara seumur hidup. Yasin dituduh
mendorong penangkapan dan pembunuhan terhadap tentara Israel di samping
mendirikan organisasi HAMAS.
Sejumlah
operasi digelar oleh Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer HAMAS
demi membebaskan Syaikh Yassin namun gagal. Yassin akhirnya kembali
menghirup udara kebebasan, setelah proses tukar-menukar pada 1 Oktober
1997 antara kerajaan Yordania dan Israel. Dua agen Mossad diserahkan
kepada Israel sebagai imbalan pembebasan Syaikh Ahmad Yasin. Sejak saat
itu, singa tua ini kembali ke medan jihad Palestina, memimpin kelompok
perjuangan HAMAS, hingga syahid menjemputnya.
Syaikh Yassin dan Anak-anak
Syaikh
Ahmad Yassin terkenal karena rasa humorisnya dan kebaikannya kepada
anak-anak di Gaza. Dia mencintai dan bersimpati dengan anak-anak
tersebut. Anak-anak Gaza bahkan menganggap Syaikh Yassin seperti ayah
mereka sendiri yang lembut dalam mendidik mereka.
Syaikh
Yassin sering merawat dan mengajar anak-anak Palestina tentang
pelajaran-pelajaran agama dan tentang kehidupan mereka sehari-hari. Dan
anak-anak muda tersebut sekarang tumbuh dalam bimbingan serta
pendidikan iman dan keislaman lewat tangan Syaikh Yassin yang lumpuh,
pendiri Gerakan Perlawanan Islam di Palestina Hamas.
Musbah
Shaghnuby (15 tahun), sangat ingat kenangan ketika ia waktu masih
berusia 8 tahun, Syaikh Yassin sering memanjakan dia dan anak-anak di
lingkungannya. Mereka menganggap Syaikh Yassin sebagai ayah yang penuh
kasih sayang terhadap mereka, Musbah mengatakan: “Semoga Allah
memberkati dia, dia adalah ayah dari semua orang Palestina dan seorang
kakek bagi anak-anak mereka”. Dia menambahkan: “kami sering mengiringi
Syaikh Yassin baik di masjid ataupun di rumahnya yang sederhana, dan ia
sangat menghargai kami ketika kami shalat Subuh di masjid dan mau
menghafal Al-Qur’an”.
Musbah
melanjutkan: “Terus terang, saya tidak terlalu suka mendengarkan
khotbah kecuali khutbah atau ceramah dari Syaikh Yassin, bukan
semata-mata karena dia Syaikh Yassin, tetapi karena kata-kata yang ia
sampaikan memang berasal dari hati dan penuh dengan kata-kata yang
membangkitkan semangat dan menyenangkan. Syaikh Yasin sering menyerukan
kepada orang-orang untuk rajin belajar dengan ketekunan, serta terus
menambah ilmu pengetahuan “.
Kesyahidannya
Abil
Qadir Abdil Aal, seorang pemuda 19 tahun yang tinggal di dekat rumah
Syaikh Yassin, mengatakan : “Saya bersama Syaikh Yassin beberapa saat
sebelum ia syahid ketika kami shalat subuh bersama di kompleks Masjid
Islam yang dekat dengan rumah kami. Beberapa menit setelah shalat subuh
berakhir, Syaikh Yassin meminta semua anak muda di dalam masjid untuk
segera pulang ke rumah mereka masing-masing, sehingga merekapun
meninggalkan masjid. Begitu mereka tiba di rumah mereka, mereka terkejut
dengan suara bom yang ternyata menargetkan tubuh lumpuh Syaikh
Yassin”.
Abdiel
Aal menyebutkan beberapa kegiatan yang sering Syaikh Yassin lakukan di
komplek Masjid Islam di dekat rumahnya: “Syaikh Yassin sering
mendorong kami sebagai anak-anak muda untuk rajin berlatih olahraga, ia
sangat menghargai kami.”
Selain
itu, ia juga sering mengatur kegiatan-kegiatan yang memotivasi para
pemuda dan anak-anak untuk datang ke masjid serta mendorong para anak
muda untuk lebih bertanggung jawab. Ia sangat bermurah hati dan tidak
pernah menolak setiap pengemis yang mendekatinya. Ia juga mencintai
Jihad dan perlawanan untuk membebaskan Palestina dari pendudukan zionis
Israel.”
Di
saat-saat sebelum Syaikh Yassin terbunuh, sambil menangis Abdil Aal
mengatakan: “Saya sedang duduk bersama sepupu saya, asy syahid Amir Abid
Aal, dan asy syahid Mu’min Al Yazuri yang ikut syahid bersama dengan
Syaikh Yassin. Syaikh Yassin bertanya kepada mereka: “Bagaimana cuaca di
luar?” Lalu salah seorang dari mereka menjawab: “cuaca terlalu dingin.
Jadi, jangan keluar dulu nanti malah menjadi ‘sakit’. Ini merupakan
upaya para anak muda untuk mencegah Syaikh keluar dari masjid, agar
pesawat Israel tidak bisa menyerangnya. “Saya berkata kepada Syaikh:
“Langit penuh dengan pesawat Israel dan situasi sangat berbahaya. Syaikh
Yassin dengan tenang menjawab: “Anakku ..Tak ada yang bisa lolos dari
takdir-Nya “. Anak Palestina itu mengatakan bahwa Syaikh meminta semua
anak muda yang berada di masjid untuk segera pulang ke rumah mereka
masing-masing demi keselamatan mereka.
Syaikh
kemudian menunggu sampai semua dari mereka pulang ke rumah mereka
masing-masing, kecuali Mu’min Al Yazouri, Amir Abid Aal dan pengawal
yang tinggal bersamanya. Lalu, kemudian ketika mereka keluar dari
masjid, tidak lama kemudian pesawat-pesawat Zionis menyerang mereka.
Syaikh Yassin syahid (insyaAllah) bersama dengan teman-temannya, Mu’min
dan Amir.
“Kami
semua sangat sedih oleh kematian Syaikh Yassin. Saya mencintainya
lebih dari keluarga saya sendiri. Saya menganggap dirinya sebagai
seorang kakek, pemimpin dan panutan. Saya tidak melihat dan sepertinya
tidak akan pernah melihat orang yang lebih baik daripada dia saat ini.”
Musbah Shaghnuby (15 tahun) seorang pemuda palestina.
Syaikh
Yassin adalah ikon keIslaman, nasional dan sosial yang akan tetap
terukir dalam memori semua orang Palestina dan umat Muslim di seluruh
dunia, khususnya mereka yang dekat dengannya saat mereka mengingat
dirinya yang telah mempengaruhi diri mereka dalam semua aspek kehidupan.
Semoga Allah memberkati Syaikh Yassin dan para pemimpin rakyat
Palestina dan umat Muslim di dunia untuk mengikuti jalan-Nya.
0 Saran Dan Kritik:
Posting Komentar