mujahidin pahlawan perang suriah |
Sampai sekarang ini, ribuan penduduk Suriah masih merasakan penderitaan berkepanjangan akibat agresi militer yang dilakukan oleh bala tentara presiden Bashar al Assad.
Ratusan penduduk terbunuh setiap hari dan banyak
diantara mereka mengalami siksaan dan tindakan kekerasan serta kelaparan.
Bagaimanapun juga, menyaksikan wanita dan anak-anak kecil menggeliat kesakitan
dan mati di rumah sakit sungguh sangat bertentangan dengan hati nurani dan
prinsip kemanusiaan.
Namun faktanya, banyak yang tidak peduli dengan perang
dan penderitaan yang dialami pendduduk Suriah. Penderitaan mereka tampaknya
belum cukup mampu mendorong China, Rusia, ataupun Amerika Serikat untuk
menghentikan Assad melakukan agresi militer terhadap rakyat Suriah. Ini adalah
kenyataan pahit yang diterima oleh rakyat di sana.
Negara-negara Barat memang telah melakukan
intervensi terhadap Suriah. Namun demikian, intervensi itu lebih dilakukan
karena berkembangnya ISIS dan beredarnya berbagai rekaman video ISIS memenggal
dan membakar beberapa orang Amerika, Inggris, dan Yordania.
Pemerintah-pemerintah Barat hanya terfokus pada
ISIS tetapi mengabaikan fakta dan kenyataan bahwah sebenarnya rezim Assad-lah
yang menjadi sumber konflik utama perang Suriah.
Tidak bisa dipungkiri bahwa semua pendduduk dunia
hanya terfokus pada aksi Negara Barat memerangi tindakan brutal yang diduga
dilakukan ISIS, namun mengabaikan peran para mujahidin dalam perang Suriah.
Faktanya, para mujahidin diketahui telah
membersihkan petak besar wilayah kekuasaan Assad. Di beberapa wilayah yang
telah diduduki para mujahidin, penduduk beragama Kristen justru mendapat
perlindungan yang baik. Tidak pernah terdengar ada hukuman yang dilakukan para
mujahidin bagi wanita-wanita yang tidak menutup wajah mereka, dan juga tidak
ada laporan sama sekali bahwa kelompok-kelompok minoritas dipaksa untuk
meninggalkan wilayah-wilayah tersebut.
Bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa bantuan
pokok terhadap perang Suriah didistribusikan secara merata kepada pendduduk
yang membutuhkan. Para mujahidin baik lokal maupun asing berdiri di garis depan
untuk melindungi penduduk sipil dari serangan tentara Assad.
Akan tetapi, mengapa cerita-cerita para mujahidin
ini tidak diliput oleh awak media sebagaimana liputan yang dilakukan terhadap
kelompok ISIS?
Jawabannya sangat sederhana. Tindakan para
mujahidin ini tidak sesuai dengan narasi yang diinginkan oleh para
negara-negara Barat.
Kelompok-kelompok mujahidin sangat tidak disukai
oleh negara-negara Barat. Sejauh ini tidak ada bukti atau bahkan sangkaan bahwa
mereka telah berpartisipasi dalam serangan atau sekedar berencana untuk
melakukan serangan diluar perang Suriah.
Dalam konteks mujahidin asing yang datang ke Suriah
untuk menyelamatkan kaum sipil dari kekejaman presiden Assad, mereka sering
ditampilkan sera negatif oleh awak media karena menyadari bahwa pertemuan besar
para politikus barat dan tokoh-tokoh politik Suriah di hotel berbintang tidak
akan membawa hasil apa-apa.
Mereka menyadari bahwa hanya peluru dan senjata
yang mampu mendorong pasukan Assad dari wilayah utara Suriah, bukan para
diplomat-diplomat Barat.
Kondisi ini persis sama dengan apa yang terjadi di
Rwanda pada tahun 1994. Walaupun beberapa negara di dunia telah melakukan upaya
diplomatik untuk meredam genosida di Rwanda, kelompok Hutu terus saja melakukan
pembantain hampir satu juta rakyat sipil Rwanda.
Di Rwanda, tidak ada satupun kekuatan militer yang
mampu menghentikannya. Saya yakin, jika saat itu muncul kelompok yang mau
menghentikan perang disana layaknya kalangan mujahidin di Suriah seperti
sekarang ini, kelompok itu pasti akan diterima oleh pendduduk Rwanda.
Di satu sisi, fakta bahwa jika ada dari mujahidin
ini telah melakukan tindakan kekerasan di Suriah memang sulit untuk ditolak.
Namun logikanya, bukankan dari 100.000 orang pasti ada saja yang bertindak di
luar kebijakan kelompok tersebut?
Penting untuk dicatat, kekerasan itu dilakukan atas
tindakan perorangan, bukan atas dasar kebijakan kelompok.
Di sisi lain, jika kita berkaca pada tindakan yang
dilakukan oleh ISIS, kekejaman itu merupakan bagian dari kebijakan kelompok
ISIS. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh
para mujahidin dari kelompok-kelompok lain.
Kebijakan mereka sangat jelas, berada pada baris terdepan
untuk mencapai objektif utama dari perang Surah: menghapus rezim Assad dari
Damaskus. Untuk mencapai tujuan ini, bahkan banyak dari mujahidin asing yang
tidak peduli jika negara asal mereka memberikan sanksi atas keputusan mereka
berperang di Suriah.
Saya memahami banyak pihak yang menuding bahwa para
mujahidin tengah berjuang untuk berdirinya sebuah sistem politik yang tidak
menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi.
Kritik pun seharusnya juga dialamatkan pemerintahan
Assad yang menganggap dirinya demokratis tetapi gagal melindungi hak-hak rakyat
Suriah dan malah dengan tenangnya menyaksikan ratusan ribu dari mereka terbunuh
sia-sia.
Bahkan Rusia, yang dianggap sebagai negara yang
menjunjung tinggi prinsip demokrasi, justru memasok bom dan senjata kepada
rezim Assad yang kemudian digunakan untuk menghabisi rakyat Suriah. Tidak hanya
itu, China, yang juga dianggap sebagai negara demokrasi kedua terbesar di dunia
diketahui telah memberikan dukungan politik kepada pemerintahan Assad.
Dalam pidato pengukuhannya tahun kemarin, Assad
bahkan menyebut China sebagai salah satu partner strategis bagi stabilitas
pemerintahan di Suriah.
Kemudian PBB, institusi internasional yang
seharusnya menjadi pejuang demokrasi, justru menjadi organisasi yang sama
sekali tidak demokratis di perang Suriah. Negara-negara adidaya termasuk
Amerika, Inggris, Prancis, China, dan Rusia memiliki hak veto terhadap segala
resolusi yang diambil terhadap perang Suriah. Andaikan pun mayoritas negara di
dunia mendukung intervensi militer PBB di Suriah, dapat dipastikan beberapa
negara ini akan mengguunakan hak veto nya, dapat dipastikan langkah itu akan
menghadapi jalan buntu.
Bagaimanapun juga, Moskow memiliki kepentika
geopolitik yang strategis di Suriah, terutama satu-satunya pangkalan militer
Rusia di Timur Tengah yang terletak di Suriah. Sehingga, satu-satunya pihak
yang dirugikan dari kepentingan negara asing di Suriah adalah pendduduk Suriah
itu sendiri.
Meskipun media masa membicarakan secara negatif
tentang para mujahidin, tetapi faktanya bagi pendduduk Suriah, para mujahidin
adalah pahlawan.
Alasannya jelas, karena belum ada pahlawan-pahlawan
lain yang datang untuk membantu para penduduk Suriah selain para mujahidin.
Kenyataan ini seharusnya membuka mata kita semua, tentang siapa dalang dibalik perang
Suriah.
referensi : www.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2015/06/02/70926/mujahidin-dalam-konflik-suriah.html
0 Saran Dan Kritik:
Posting Komentar