Panglima Perang Penegak Islam Termuda |
Harianislam.blogspot.com hari ini
akan membahas tokoh inspiratif pembela agama islam. Anda tentu mengenal
nama-nama Panglima perang Khalid bin Al-Walid, Sa’ad bin Abi Waqqas, Mu’adz bin
Jabal dan lainnya ridwanullah ta’ala anhum. Akan tetapi panglima yang paling
muda diantara mereka adalah panglima Usamah bin Zaid yang menjadi panglima di
usia yang masih sangat muda, 17 tahun.
Biografi Usamah bin Zaid
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma
merupakan putra dari seorang sahabat dan merupakan putra angkat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebelum Islam masuk dan menghapus hukum putra
angkat, yaitu Zaid bi Haritsah dan Ummu Aiman, pengasuh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika kecil.
Dalam suatu riwayat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Ummu Aiman adalah ibuku satu – satunya
sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu satunya keluargaku yang masih ada”.
Riwayat lain bahkan mengatakan Ummu Aiman juga pemah menyusui putra Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Adapun Zaid bin Haritsah merupakan
sahabat kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan putra angkat,
yang menyebabkan Zaid sempat dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad, tetapi
kemudian dihapus oleh hukum Islam. Dimana nama putra harus dinasabkan kepada
orang tua kandungnya.
Demikian kasih sayangnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepadanya, sehingga Usamah diberi lagab, Al-Hibb
wa Ibnil Hibb “Kesayangan dari Putra Kesayangan” dan Hibb Rasulillah, Jantung
Hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena beliau mencintainya
sebagaimana mencintai cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhuma.
Usamah lahir tahun ke 7 sebelum
hijrah ke Madinah. Kondisi dakwah yang begitu sulit saat itu membuat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa bersabar. Ketika berita kelahiran
Usamah sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka wajah beliau
langsung berseri-seri.
Usamah tumbuh sebagai pribadi yang
besar, cerdik dan pintar, berani luar biasa, bijaksana, pandai meletakkan
sesuatu pada tempatnya, tahu menjaga kehormatan, senantiasa menjauhkan diri
dari perbuatan tercela, pengasih dan sebaliknya dikasihi banyak orang, taqwa,
wara’ (berhati-hati), dan mencintai Allah Ta’ala.
Usamah bin Zaid Panglima Termuda
Menjelang wafatnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kekuatan Islam sempat mendapatkan tekanan dan
ancaman. Pihak musuh sengaja memanfaatkan kesempatan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam yang sedang sakit untuk membuat gejolak di perbayasan syam.
Begitupun dari arah Yaman muncul Aswad Al-Ansi yang mengaku sebagai Nabi.
Di tengah sakitnya, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap memerintahkan penyerangan ke arah perbatasan
Syam. Beliau mengirim surat perintah pembunuhan Nabi palsu untuk pasukan yang
berada di Yaman, lebih khusus kepada Muadz bin Jabal yang ditugaskan sebagai
ulama’nya.
Tidak genap 40 hari sejak
mendeklarasikan sebagai Nabi, Aswad Al-Ansi pun berhasil dibunuh oleh panglima
perangnya yang diperlakukan kurang menyenangkan, dia bekerjasama dengan istri
Aswad yang dirampas dari suaminya setelah sebelumnya dibunuh oleh Aswad.
Sementara untuk perbatasan Syam,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan Usamah bin Zaid sebagai
panglima perang, membawahi para sahabat lainnya, termasuk diantaranya Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Namun, sebelum pasukan
diberangkatkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terlebih dahulu wafat
sehingga pemberangkatan tertunda.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun
dibaiat menjadi khalifah menggantikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
dan dua hari setelah meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hal
pertama yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah memberangkatkan
pasukan ke perbatasan Syam.
Program ini pun menuai kritik dari
sahabat lainnya, kondisi keamanan ummat islam di Madinah memang kurang stabil.
Rawan digempur oleh pasukan kafir dari arah manapun.
Umar bin Khattab pun termasuk
diantara yang banyak memberi masukan Abu Bakar untuk menunda pemberangkatan
pasukan agar stabilitas keamanan Madinah lebih terjaga. Namun Abu Bakar
menolaknya, mengingat pemberangkatan pasukan ini merupakan wasiat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Umar bin Khattab tetap berusaha
memberi masukan, hingga kemudian menyarankan agar panglima perang diganti dari
Usamah bin Zaid ke sahabat lainnya yang lebih berpengalaman, mengingat ketika
itu Usamah bin Zaid masih berusia 18 tahun. Abu Bakar mendengar itu langsung
melompat dari tempat duduknya dan menarik jenggot Umar bin Khattab, beliau
mengingatkan Umar agar jangan pernah meragukan pilihan Rasul sekecil apapun
(termasuk pengangkatan Usamah sebagai panglima perang).
Pasukan pun diberangkatkan dengan
ummat Islam di Madinah diliputi perasaan sedikit waswas. Namun Usamah bin Zaid
benar menunjukkan kehebatannya.
Ia mampu membawa pasukan dalam peperangan,
meredam gejolak, menumpas para pengkhianat, menyalurkan logistik, membagi
ghanimah hanya dalam waktu 40 hari. Dan ingat! Dalam peperangan itu tidak ada
satupun pasukan muslim yang gugur.
Ketika menjadi panglima perang,
usianya saat itu baru menginjak 18 tahun, wajar jika sebelumnya para sahabat
agak meragukan kepemimpinannya. Namun ia membuktikan, dialah panglima besar di
usianya yang sangat muda.
Kemenangan Perang Usamah bin Zaid
Meski dijuluki sebagai panglima
termuda di masa Rasulullah, Usamah dan pasukannya terus bergerak dengan cepat
meninggalkan Madinah menuju perbatasan Syam, setelah melewati beberapa daearah
yang masih tetap memeluk Islam, akhirnya mereka tiba di Wadilqura. Usamah
mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama Huraits.
Ia maju meninggalkan pasukan hingga
tiba di Ubna, tempat yang mereka tuju. Setelah berhasil mendapatkan berita
tentang keadaan daerah itu, dengan cepat ia kembali menemui Usamah. Huraits
menyampaikan informasi bahwa penduduk Ubna belum mengetahui kedatangan mereka dan
tidak bersiap-siap.
Ia mengusulkan agar pasukan
secepatnya bergerak untuk melancarkan serangan sebelum mereka mempersiapkan
diri. Usamah setuju. Dengan cepat mereka bergerak. Seperti yang direncputraan,
pasukan Usamah berhasil mengalahkan lawannya. Hanya selama empat puluh hari,
kemudian mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang
besar, dan tanpa jatuh korban seorang pun.
Usamah berhasil kembali dari medan
perang dengan kemenangan gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang banyak,
melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah
terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan
utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah
bin Zaid.”
Kecintaan Kaum Muslimin Kepada Usamah
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya
berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena, dia senantiasa
mengikuti sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan sempurna dan
memuliakan pribadi Rasul.
Khalifah Umar bin Khattab pernah
diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari
jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak!
Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu dinar, sedangkan kepada saya hanya
tiga ribu dinar.
Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak
akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah,
agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, “Bapaknya
lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih
disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah
bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.
Apabila bertemu dengan Usamah, Umar
menyapa dengan ucapan, “Marhaban bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika
ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah
pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”
Usamah bin Zaid wafat tahun 53 H / 673
M pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
0 Saran Dan Kritik:
Posting Komentar