Kejar Dana Kerohiman, Program Pemberantasan Terorisme Harus Ditinjau Ulang
"Program deradikalisasi yang dijalankan BNPT banyak berbau "kepentingan pragmatis". Proyek. Lembaga itu sejak dibentuk, baik Densus 88, memperolah alokasi anggaran dana dari APBN dan internasional," ungkap Daming kepada Suara Islam Online, Rabu sore (31/10/2012).
Komisioner yang membidangi Sub Komisi Pendidikan dan Penyuluhan itu menduga anggaran-anggaran itu memang ditargetkan untuk dibelanjakan. Sebab jika tidak ada terorisme, tentu saja tidak bakal ada kucuran dana.
"Sinyalemen kita mereka sengaja menciptakan terorisme supaya dukungan itu terus ada, bantuan terus ada. Sebab kalau Indonesia dianggap aman, apa gunanya Internasional memberikan bantuan," ungkapnya.
Terkait adanya aksi "menjebak" korban seperti yang terjadi di Palmerah, Jakarta Barat, Daming membenarkan bahwa hal itu merupakan permainan lama di jajaran kepolisian.
Terlebih kasus-kasus "jebakan" itu juga dulu sering dilakukan aparat untuk menangkap warga masyarakat.
"Itu seperti era Moertopo waktu Malari. Siapa yang melempar, siapa yang ditangkap. Kasus UNAS, waktu demo BBM, polisi mengaku menemukan granat di dalam kampus. Adakah kemapuan mahasiswa untuk memperoleh amunisi sejenis granat?," tanyanya.
Daming menduga "barang bukti" yang sering dikemukakan polisi saat menggerebek terduga teroris itu adalah barang bawaan polisi.
"Tiba-tiba ditunjukkan ke wartawan, ini kami temukan itu. Siapa yang bisa bantah, yang punya kuasa mereka. Sama juga dengan narkoba. Kita-kita bisa saja ditangkap. Di rumah lagi tiduran, tiba-tiba digeledah di rumah kita ada narkoba. Polisi bisa membuktikan ditemukan ini. Bisa apa kita," kata Daming menjelaskan cara kotor Densus dalam menjebak korbannya.
Daming menyayangkan, cara kotor ini tidak diketahui oleh kepala negara. Bahwa sesungguhnya aparat negara ini tidaklah menegakkan hukum, melainkan memiliki aganda tersembunyi yang sebetulnya hendak mereka capai dengan dalih penegakan hukum.
"Yakni "dana kerohiman" dari Internasional atau APBN agar fungsi-fungsi mereka dapat terbiayai. Jangan lupa operasi mereka sangat mahal sekali biayanya," tandasnya.
Soal Korupsi Kenapa Tak Bisa?
Daming merasa heran, jika dalam kasus terorisme para tersangkanya bisa dikejar kemanapun pergi, lantas kenapa dalam kasus korupsi yang melibatkan anggotanya sendiri tak dapat ditemukan. Padahal menurut UU No. 31 Tahun 1979 Polri berwenang melakukan hal yang sama terhadap pelaku korupsi.
"Mengapa oknum yang dituduh teroris yang tersembunyi, di hutan belantara bahkan di bawah bumi mereka bisa temukan. Bahkan mereka yang berada di lubang semut bisa ditemukan. Mengapa koruptor yang berada di dalam tubuh Polri sendiri tak bisa ditemukan?," tanyanya.
Pertanyaan demi pertanyaan pun akhirnya keluar. Sungguhkan Polisi benar-benar memberantas kejahatan karena menegakkan hukum atau itu semua hanya skenario yang dimainkan polisi atas nama negara dan hukum.
"Atau hanya sekedar untuk menunjukkan kepiawaiannya demi mendapatkan dukungan finansial dari berbagai pihak?," kata Daming di penghujung wawancara dengan SI Online.
Sumber : http://www.suara-islam.com
0 Saran Dan Kritik:
Posting Komentar